Advertisement
![]() |
Jakarta – Harga minyak goreng rakyat (MGR) merek Minyakita masih bertahan di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp15.700 per liter di sebagian besar wilayah Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, hingga minggu ketiga Agustus 2025, terdapat 413 kabupaten/kota yang mencatat harga Minyakita lebih tinggi dari HET.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa rata-rata harga Minyakita secara nasional berada di Rp17.268 per liter. Angka ini turun tipis 0,65 persen dibandingkan bulan lalu, tetapi masih lebih mahal dari ketentuan pemerintah. "Untuk harga minyak goreng, Minyakita sampai dengan minggu ke-3 Agustus 2025 secara nasional rata-rata berada di atas harga eceran tertinggi," kata Amalia dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025, Senin (25/8).
Berdasarkan data SP2KP Kementerian Perdagangan (Kemendag) per 23 Agustus 2025, harga Minyakita tertinggi tercatat di Kabupaten Pegunungan Bintang sebesar Rp50 ribu per liter, diikuti Kabupaten Puncak Jaya Rp45 ribu per liter, serta Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten Lanny Jaya masing-masing Rp35 ribu per liter. Harga terendah tercatat di Rp15.321 per liter.
Dari 493 kabupaten/kota yang dipantau, 90 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan 323 kabupaten/kota di luar Jawa memiliki harga Minyakita di atas HET. Beberapa contoh di Jawa adalah Kabupaten Lamongan sebesar Rp17.357 per liter, Sukabumi Rp17.333, Kuningan sebesar Rp17.286, dan Kota Bekasi Rp17.095. Meskipun demikian, masih ada 80 kabupaten/kota yang harga Minyakita-nya sesuai atau bahkan lebih rendah dari HET, antara lain Bantul, Gunung Kidul, Indramayu, Parepare, dan Majene.
Dalam kesempatan yang sama, Kemendag menilai bahwa harga Minyakita masih tinggi karena distribusi program Domestic Market Obligation (DMO) belum merata dan sebagian besar masih ditangani pihak swasta. Sekretaris Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Bambang Wisnubroto, menyebutkan bahwa realisasi DMO pada Juli 2025 sangat tinggi, yakni 215.132 ton. Hingga 24 Agustus, sudah tersalurkan 124.862 ton dalam bentuk Minyakita.
Namun, porsi penyaluran lewat Perum Bulog masih sangat kecil, kurang dari 5 persen per bulan. Kondisi ini membuat distribusi lebih banyak terkonsentrasi pada pelaku usaha swasta sehingga harga di lapangan tidak sepenuhnya bisa ditekan. "Yang minyak premium dan minyak curah sudah tidak diatur. Untuk Minyakita yang masih dalam program DMO. Nah, untuk Agustus sendiri sampai tanggal 24, realisasi 124.862 ton. Ini seluruhnya dalam bentuk Minyakita," kata Bambang.
Ia menambahkan, karena distribusi lebih banyak dilakukan swasta, harga Minyakita di daerah tertentu sulit dikendalikan. Pemerintah sedang mengkaji agar peran Bulog lebih besar melalui dukungan APBN sehingga penyaluran bisa lebih merata hingga ke wilayah terpencil. Target pemerintah adalah menjaga penyaluran minimal 175 ribu ton Minyakita per bulan agar harga tidak semakin jauh di atas HET.
