Advertisement

Advertisement

Advertisement

Redaksi1
Jumat, 05 Desember 2025, Desember 05, 2025 WIB
Last Updated 2025-12-05T05:39:58Z
Headline newsinternasional

Bos Narkoba Terbesar RI Ditangkap, Pengadilan Jatuhkan Hukuman Mati

Advertisement

Jakarta - Tim gabungan Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, dan Interpol telah menangkap Dewi Astutik, warga Indonesia yang teridentifikasi sebagai gembong narkoba internasional. Perempuan yang dikenal dengan julukan "mami" ini berhasil ditangkap di Kamboja pada Selasa (2/12/2025).
 
Dewi diketahui sebagai pengendali jaringan narkoba lintas negara yang menyuplai barang terlarang ke berbagai wilayah, antara lain Indonesia, Laos, Hong Kong, Korea Selatan, Brasil, dan Ethiopia. Atas perbuatannya, dia terancam hukuman maksimal berupa pidana mati atau penjara seumur hidup sesuai UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
 
Sejarah menunjukkan hukuman mati terhadap gembong narkoba memang diterapkan di Indonesia. Pengadilan pernah menjatuhkan vonis serupa pada sejumlah pelaku peredaran narkoba berskala besar, salah satunya adalah kasus Chan Ting Chong – yang menjadi orang pertama di Indonesia yang divonis mati karena kejahatan narkotika.
 
Meskipun dikenal sebagai "gembong narkoba terbesar RI" pada masanya, Chan sebenarnya adalah warga negara Malaysia yang aktif dalam bisnis heroin sejak tahun 1980-an dengan jaringan yang merambah Indonesia. Sebagaimana dicatat dalam biografi Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan (2016), pada masa itu Indonesia merupakan pasar potensial peredaran narkoba dan banyak anak muda terjerat, yang mendorong pemerintah menerapkan kebijakan pemberantasan narkoba besar-besaran.
 
Seperti diberitakan koran Analisa pada 15 Januari 1986, akhir petualangan Chan dimulai pada Juni 1985 ketika dia merencanakan pengiriman 420 gram heroin ke Indonesia melalui kurir, Maurian Manusamy (juga WN Malaysia). Chan menjanjikan imbalan Rp1,4 juta dan meminta Maurian menyembunyikan barang di celana dalam, yang akan diambil di City Hotel Jakarta. Chan sendiri berangkat lebih dulu ke Jakarta tetapi menolak membawa barang tersebut.
 
Pada 15 Juni, Maurian terbang ke Indonesia dan dijemput langsung oleh Chan. Transaksi berjalan mulus hingga hari berikutnya (16 Juni), ketika seseorang datang untuk mengambil heroin. Tak lama kemudian, polisi tiba dan menangkap Maurian beserta barang bukti. Chan juga kemudian dijebak dan ditahan.
 
Kasus keduanya menjadi kasus narkotika terbesar era Orde Baru. Proses hukum berlangsung selama setahun, hingga pada 15 Januari 1986 hakim memutus keduanya bersalah. Ketua Hakim Ismail tegas menyatakan, "Terdakwa Chan Ting Chong alias Steven divonis hukuman mati," sementara Maurian mendapat hukuman seumur hidup. Hakim menyatakan tidak ada unsur yang meringankan bagi Chan, dan vonis ini menjadi bersejarah karena merupakan hukuman mati pertama bagi gembong narkoba sejak UU Narkotika disahkan pada 1974.
 
Chan kemudian mengajukan banding, tetapi ditolak Mahkamah Agung. Pengajuan grasi juga ditolak oleh Presiden Soeharto. Akhirnya, dia dieksekusi regu tembak pada 13 Januari 1995 di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, dan menjadi orang pertama yang dihukum mati di Indonesia atas kasus narkotika.